Senin, 24 Agustus 2015

VIII. Sebuah Catatan Mengenai Modernisme

Tidak ada visi, sebagaimana setiap sistem sosial, yang mempunyai hegemoni total atas wilayahnya. Dalam mempelajari teks-teks budaya yang hidup berdampingan dengan bahagia bersama atau memberikan dukungan kepada upaya-upaya global imperium Eropa dan Amerika, kita tidak mendakwa mereka secara keseluruhan atau menuduh mereka kurang menarik sebagai seni karena, dengan cara-cara yang sangat rumit, menjadi bagian dari upaya imperialis. Penjelasan saya di sini membicarakan tentang kehendak yang sebagian besar tak berlawan dan tak terhalang untuk menguasai wilayah luar negeri, bukan kehendak yang sama sekali tidak berlawan. Kita mestinya terkesan oleh cara bagaimana, menjelang akhir abad kesembilan belas, lobi-lobi kolonial Eropa, misalnya, entah melalui dukungan rahasia atau dukungan rakyat dapat menekan bangsa itu untuk merebut lebih banyak tanah dan memaksa lebih banyak kaum pribumi untuk mengabdi pada imperium, dengan hanya sedikit gangguan di dalam negeri yang ingin menghentikan atau menghalangi proses itu. Namun, selalu ada perlawanan, betapapun tidak efektifnya. Imperialisme bukan semata-mata suatu hubungan dominasi melainkan juga terikat pada ideologi ekspansi tertentu; sebagaimana yang diakui oleh Seleey, ekspansi itu lebih dari sekadar kecenderungan, 'ia jelas merupakan suatu fakta besar Inggris modern'.[223] Laksamana Mahan di Amerika Serikat dan Leroy-Beaulieu di Prancis mengemukakan pernyataan-pernyataan serupa. Dan ekspansi dapat terjadi dengan hasil-hasil yang demikian mencengangkan hanya karena tersedia cukup kekuatan---kekuatan militer, ekonomi, politik, dan budaya---untuk melaksanakan tugas itu di Eropa dan Amerika.

Begitu fakta mendasar dari kontrol Eropa dan Amerika atas dunia non-Barat diterima sebagai fakta, sebagai yang tak terelakkan, banyak diskusi kebudayaan yang rumit dan, ingin saya tambahkan, bersifat antinomi mulai dilangsungkan jauh lebih sering. Ini tidak lantas mengganggu rasa keabadian yang merajalela dan kehadiran yang tak dapat ditarik kembali, tetapi ia benar-benar menuntun pada suatu mode praktik kebudayaan yang benar-benar penting dalam masyarakat Barat, yang memainkan suatu peranan yang menarik dalam perkembangan perlawanan antiimperialis di koloni-koloni.

Para pembaca karya Albert O. Hirschman The Passions and the Interests akan ingat bahwa dia menggambarkan perdebatan intelektual yang menyertai ekspansi ekonomi Eropa sebagai yang berasal dari---dan selanjutnya mengkonsolidasikan---argumen bahwa nafsu manusia harus mengalah pada kepentingan sebagai suatu metoda untuk mengatur dunia. Ketika argumen ini menang, menjelang akhir abad kedelapan belas, ia menjadi sasaran kesempatan bagi kaum Romantik yang melihat dalam suatu dunia yang mengacu pada kepentingan itu sebagai lambang bagi situasi yang membosankan, tidak menarik, dan mementingkan diri sendiri yang telah mereka warisi dari generasi-generasi terdahulu.[224]

Mari kita perluas metoda Hirschman ke masalah imperialisme. Menjelang akhir abad kesembilan belas, imperium Inggris sangat unggul di dunia dan argumen budaya untuk imperium meraih kejayaan. Imperium merupakan sesuatu yang nyata, bagaimanapun juga, dan, sebagaimana yang dikatakan oleh Seleey pada pembacanya, 'Kita di Eropa… setuju sekali bahwa kekayaan dan kebenaran yang menjadi inti peradaban Barat lebih luhur tidak hanya dibanding mistisisme Brahmanis yang menjadi saingannya, tetapi bahkan dibanding pencerahan Romawi yang diwariskan imperium-imperium kuno pada bangsa-bangsa Eropa'.[225]

Di pusat pernyataan yang terlalu percaya diri ini adalah dua realitas yang agak bandel yang secara tangkas dimasukkan dan juga disingkirkan oleh Seleey: yang pertama adalah kaum pribumi yang melawan (mistikus Brahman itu sendiri), dan yang kedua adalah keberadaan imperium-imperium lain, baik yang lampau maupun yang sekarang. Dalam keduanya, Seleey mencatat akibat-akibat paradoksis dari kemenangan-kemenangan imperialisme dan selanjutnya berpindah ke subjek-subjek lain. Karena, jika imperialisme, seperti doktrin mengenai kepentingan, telah menjadi norma yang mapan dalam gagasan-gagasan politik mengenai nasib yang meliputi seluruh dunia Eropa, lalu, secara ironis, daya tarik penentang-penentangnya, kegigihan golongan-golongan yang ditaklukkannya, perlawanan terhadap kekuasaan yang tak dapat ditolak itu diperjelas dan dipertinggi. Seleey membicarakan masalah-masalah ini sebagai seorang realis, bukan sebagai seorang penyair yang mungkin berkeinginan untuk membuat kehadiran yang nampak mulia atau romantis, atau pesaing yang hina dan amoral. Pun dia tidak berusaha memberikan suatu penjelasan perbaikan seperti yang pernah dilakukan Hobson (yang bukunya mengenai imperialisme merupakan mitra yang menyimpang).

Sekarang izinkan saya tiba-tiba melompat kembali pada novel realistik yang telah saya pikirkan dalam bab ini. Tema utamanya menjelang akhir abad kesembilan belas adalah kekecewaan, atau apa yang dinamakan Lukacs kekecewaan ironis. Tragisnya, atau kadang-kadang lucunya, para tokoh utama yang menghadapi penghalang ini secara kasar dan seringkali kejam dibangunkan oleh aksi novel itu melihat ketidaksesuaian antara harapan-harapan yang mereka khayalkan dan realitas-realitas sosial. Judenya Hardy, Dorotheanya George Eliot, Frédéricnya Flaubert, Nananya Zola, Ernestnya Butler, Isabelnya James, Reardonnya Gissing, Feverelnya Meredith---daftar ini akan sangat panjang. Ke dalam cerita mengenai kehilangan dan ketidakmampuan ini secara perlahan disisipkan suatu alternatif---bukan hanya novel mengenai eksotisme yang terbuka dan imperium yang penuh percaya diri, melainkan juga cerita-cerita perjalanan, karya-karya mengenai penjelajahan dan ilmu pengetahuan kolonial, kenang-kenangan, pengalaman dan keahlian. Dalam kisah-kisah pribadi Dr Livingstone dan karya Haggard She, karya Kipling 'Raj', karya Loti Le Roman d'un Spahi, dan sebagian besar petualangan-petualangan Jules Verne, kita melihat suatu kemajuan narasi dan keyakinan akan kemenangan. Hampir tanpa kecuali cerita-cerita ini, dan secara harfiah berates-ratus lainnya yang sejenis yang didasarkan pada kegembiraan dan minat pada petualangan di dunia kolonial, sama sekali tidak menimbulkan keraguan terhadap upaya imperial, dan justru menegaskan dan memuji-muji keberhasilannya. Para penjelajah menemukan apa yang sedang mereka cari, para petualang kembali pulang dalam keadaan aman dan lebih kaya, dan bahkan Kim yang sangat berhati-hati terseret ke dalam Great Game.

Bertentangan dengan optimisme, penegasan, dan keyakinan diri yang kuat ini, cerita-cerita Conrad---yang kepadanya saya begitu sering mengacu sebab lebih dari apa pun juga dia telah mengusahakan penguatan-penguatan budaya yang halus dan manifestasi-manifestasi imperial---menyinarkan suatu kecemasan ekstrem yang tidak pasti: mereka memberikan reaksi pada imperium dengan cara seperti Hirchman mengatakan bahwa kaum romantik memberikan tanggapan pada kemenangan suatu pandangan dunia yang terpusat pada kepentingan. Cerita-cerita dan novel-novel Conrad dalam satu pengertian melahirkan garis bentuk yang agresif dari upaya imperialis yang tinggi, tetapi dalam pengertian lain mereka terpengaruh oleh kesadaran ironis yang dapat dengan mudah dikenali dari perasaan modernis pascarealis. Conrad, Forster, Malraux, T.E. Lawrence mengambil cerita dari pengalaman kemenangan imperialisme menjadi ekstrem-ekstrem kesadaran diri, kemandegan, referensialitas diri, dan ironi yang merusak, yang pola-pola resminya telah kita kenali sebagai tanda-tanda kebudayaan modernis, suatu kebudayaan yang juga mencakup karya-karya utama dari Joyce, T.S. Eliot, Proust, Mann, dan Yeats. Saya ingin mengemukakan bahwa banyak di antara ciri-ciri paling menonjol dari kebudayaan modernis, yang cenderung kita ambil dari dinamika internal yang murni dalam masyarakat dan kebudayaan Barat, mencakup suatu tanggapan terhadap tekanan-tekanan eksternal pada kebudayaan imperium. Jelas ini benar menyangkut oeuvre keseluruhan Conrad, dan juga benar menyangkut Forster, T.E. Lawrence, Malraux; dengan cara yang berbeda-beda, sentuhan-sentuhan imperium pada perasaan Irlandia tercatat dalam karya-karya Yeats dan Joyce, dan pada ekspatriat-ekspatriat Amerika dalam karya-karya Eliot dan Pound.

BERSAMBUNG...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar