Senin, 01 Juni 2015

VII. Camus dan Pengalaman Imperial Prancis

Namun, tidak semua imperium sama. Imperium Prancis, menurut salah seorang ahli sejarahnya yang paling terkenal, meskipun tidak kalah tertariknya dibanding Inggris pada keuntungan, perkebunan, dan budak-budak, disemangati oleh 'gengsi'.[173] Berbagai wilayah yang diperoleh (dan kadang-kadang hilang) selama lebih dari tiga ratus tahun dipimpin oleh 'jenius'-nya yang mendatangkan penerangan, yang sendirinya merupakan fungsi dari 'vocation superieure' Prancis, dalam kata-kata Delavigne dan Charles Andre Julien, penyusun sebuah karya memikat, Les Constructeurs de la France d'outre-mer.[174] Jajaran tokoh mereka dimulai dengan Champalin dan Richeliu, mencakup prokonsul-prokonsul yang mengagumkan seperti Bugeaud, penakluk Aljazair; Brazza, orang yang mendirikan Kongo Prancis; Gallieni, penjinak Madagaskar; dan Lyautey, yang bersama Cromer merupakan penguasa-penguasa Eropa terbesar di kalangan bangsa Arab Muslim. Kita melihat adanya sedikit padanan dari 'pandangan departemental' di Inggris, dan jauh lebih banyak lagi gaya pribadi sebagai orang Prancis dalam suatu upaya asimilasi besar.

VI. Pribumi di Bawah Kontrol

Saya telah berusaha, di satu pihak, untuk memusatkan perhatian pada aspek-aspek kebudayaan Eropa yang sedang berjalan yang dimanfaatkan oleh imperialisme ketika keberhasilan-keberhasilan datang semakin cepat dan, di pihak lain, untuk menggambarkan bagaimana mungkin bangsa imperial Eropa tidak mau atau tidak dapat melihat bahwa dia adalah seorang imperialis dan, ironisnya, bagaimana mungkin bangsa non-Eropa dalam keadaan yang sama memandang Eropa hanya sebagai imperialis. 'Bagi kaum pribumi', Fanon berkata, nilai Eropa seperti 'objektivitas selalu diarahkan melawannya'.[156]

V. Kenikmatan-kenikmatan Imperialisme

Kim itu unik dalam kehidupan dan karier Rudyard Kipling dan juga dalam kesusastraan Inggris. Ia muncul pada 1901, dua belas tahun setelah Kipling meninggalkan India, tempat kelahirannya dan negeri yang dengannya namanya akan selalu dikaitkan. Yang lebih menarik, Kim merupakan satu-satunya karya fiksi panjang Kipling yang matang dan sukses bertahan; meskipun karya itu dapat dibaca dengan gembira oleh para remaja, ia juga dapat dibaca dengan penuh hormat dan minat bertahan-tahun setelah masa remaja, baik oleh pembaca umum maupun kritikus. Karya fiksi Kipling terdiri atas cerita-cerita pendek (atau koleksi-koleksi darinya, seperti The Jungle Books), atau karya-karya lebih panjang yang bercacat (seperti Captain Courageous, The Light that Failed, dan Stalky and Co., yang kepentingan lainnya seringkali dialihkan oleh kegagalan-kegagalan dari koherensi, visi, atau penilaian). Hanya Conrad, seorang pengarang lain yang bagus gaya bahasanya, dapat disejajarkan dengan Kipling, rekannya yang sedikit lebih muda, yang telah menerjemahkan pengalaman imperium sebagai subjek utama dari karyanya dengan kekuatan sedemikian rupa; dan meskipun kedua artis itu sangat berbeda dalam nada dan gaya, mereka menyuguhkan pada khalayak Inggris, yang pada dasarnya berasal dari daerah kepulauan dan provinsi-provinsi, warna, kemegahan, dan romantisme dari usaha-usaha Inggris di luar negeri, yang sudah dikenal baik oleh sektor-sektor tertentu dari masyarakat di dalam negeri. Dari keduanya, Kipling itulah---yang kurang ironis, secara teknis sadar diri, dan kurang tegas dibanding Conrad---yang mengumpulkan banyak pembaca lebih dulu. Tetapi, kedua penulis itu tetap menjadi teka-teki bagi para sarjana yang menelaah kesusasteraan Inggris, yang menganggap mereka eksentrik, seringkali menyusahkan, yang lebih baik diperlakukan dengan sangat hati-hati atau bahkan dihindari daripada dibenamkan ke dalam norma-norma dan dijinakkan bersama rekan-rekan sebaya seperti Dickens dan Hardy.

IV. Imperium dalam Praktik: Karya Verdi "Aida"

Kini saya ingin menunjukkan seberapa jauh dan seberapa inventif materi ini mempengaruhi bidang-bidang aktivitas budaya tertentu, meskipun bidang-bidang itu kini tidak dikaitkan dengan eksploitasi imperial yang kotor. Kita beruntung karena beberapa sarjana usia muda telah mengembangkan telaah kekuasaan imperial secara cukup memadai untuk memungkinkan kita mengamati komponen estetis yang tercakup dalam penelitian dan administrasi Mesir dan India. Saya memikirkan, misalnya, karya Timothy Mitchell Colonising Egypt,[76]  di mana ditunjukkan bahwa praktik pembangunan desa-desa percontohan, ditemukannya keakraban dalam kehidupan harem, pembuatan cara-cara dalam perilaku militer di sebuah koloni Osmaniah tiruan, namun sesungguhnya Eropa, tidak hanya menegaskan kembali kekuasaan Eropa melainkan juga melahirkan kesenangan tambahan dalam meneliti dan menguasai tempat itu. Bahwa ikatan antara kekuasaan dan kesenangan dalam pemerintahan imperial ditunjukkan secara sangat bagus oleh Leila Keinney dan Zeynep Celik dalam telaah mereka tentang tari perut, di mana pameran-pameran sok etnografis yang dihasilkan oleh eksposisi-eksposisi Eropa dalam kenyataannya dikaitkan dengan kesantaian yang bersifat konsumeristis yang berasal dari Eropa.[77] Dua cabang yang berkaitan dengan ini digali dalam telaah T.J. Clark mengenai Manet dan para pelukis Paris lainnya. The Painting of Modern Life, terutama munculnya kesantaian dan erotisme yang tidak biasa di metropolitan Prancis, yang sebagian di antaranya dipengaruhi oleh contoh-contoh eksotik; dan bacaan dekonstruktif Malek Alloula atas kartu-kartu pos Prancis awal abad kedua puluh mengenai para wanita Algeria, Le Harem colonial.[78] Jelas bahwa dunia Timur adalah tempat yang menjanjikan dan kekuasaan sangat penting di sini.

III. Integritas Budaya Imperium

Hingga setelah pertengahan abad kesembilan belas, sejenis perdagangan yang mudah dan terus-menerus antara Mansfield Park (novel dan tempat) dengan wilayah luar negeri hanya sedikit padanannya dengan kebudayaan Prancis. Sebelum Napoleon, sudah tentu cukup banyak kesusastraan yang memuat gagasan-gagasan, kisah-kisah perjalanan, polemik, dan spekulasi tentang dunia non-Eropa. Kita ingat tentang Volney, misalnya, atau Montesquieu (sebagian dari ini dibahas dalam karya mutakhir Tzvetan Todorov Nous et les autres).[51] Tanpa kecuali, kesusastraan ini bersifat spesifik---seperti, misalnya, dalam laporan Abbé Raynal yang terkenal mengenai koloni-koloni---atau termasuk pada suatu genre (misalnya perdebatan moral) yang mengetengahkan isu-isu seperti kematian, perbudakan, atau korupsi dalam suatu argumen umum menyangkut umat manusia. Para Ensiklopedis dan Rousseau merupakan contoh-contoh yang sangat bagus dari kasus terakhir ini. Sebagai pelancong, penulis laporan ilmiah, ahli psikologi diri yang fasih dan seorang romantis, Chateaubriand mewujudkan suatu individualisme dengan aksen dan gaya yang tiada duanya; tentu saja, akan sulit sekali untuk menunjukkan bahwa dalam Rene atau Atala dia termasuk dalam institusi sastra seperti novel, atau dalam wacana-wacana pengetahuan seperti historiografi atau linguistik. Di samping itu, cerita-ceritanya tentang kehidupan Amerika dan Timur Dekat terlalu eksentrik untuk dapat dengan mudah dijinakkan atau ditiru.

II. Jane Austen dan Imperium

Kita berada di atas dasar yang kuat bersama V.G. Kiernan ketika dia mengatakan bahwa 'imperium-imperium itu pasti mempunyai cetakan gagasan-gagasan atau refleks-refleks yang terkondisi untuk mengalir masuk, dan bangsa-bangsa yang muda mengimpikan tentang sebuah tempat yang bebas di dunia sebagaimana para pemuda mengimpikan kemasyhuran dan kekayaan'.[29] Sebagaimana telah selalu saya kemukakan, adalah terlalu sederhana dan reduktif jika kita mengatakan bahwa segala sesuatu dalam kebudayaan Eropa dan Amerika karenanya mempersiapkan atau mengkonsolidasikan gagasan besar mengenai imperium. Namun, adalah juga kurang tepat secara historis jika kita mengabaikan kecenderungan-kecenderungan itu---entah dalam narasi, teori politik, atau teknik-teknik penggambaran---yang memungkinkan, mendorong, dan bahkan menegaskan kesiapan Barat untuk menerima dan menikmati pengalaman imperium. Jika timbul suatu perlawanan budaya terhadap pendapat mengenai suatu misi imperial, tidak banyak dukungan bagi perlawanan itu dalam bagian-bagian utama pemikiran budaya. Meskipun liberal---John Stuart Mill---sebagai tokoh yang berpengaruh dalam bidang itu---masih dapat berkata 'Tugas-tugas suci yang harus dijalankan oleh bangsa-bangsa yang beradab demi kemerdekaan dan kebangsaan masing-masing, tidak mengikat mereka yang menganggap kebangsaan dan kemerdekaan adalah kejahatan, atau paling-paling kebaikan yang patut dipertanyakan'. Gagasan-gagasan seperti itu bukan asli dari Mill; mereka telah beredar ketika terjadi penaklukan Inggris atas Irlandia selama abad keenam belas dan, sebagaimana yang dikemukakan secara meyakinkan oleh Nicholas Canny, juga berguna dalam ideologi kolonialisasi Inggris di Amerika.[30] Hampir semua rencana kolonial dimulai dengan anggapan tentang keterbelakangan para penduduk pribumi dan ketidaklayakan umum merdeka, untuk 'berdiri sama tinggi', dan cocok.