Senin, 01 Juni 2015

III. Integritas Budaya Imperium

Hingga setelah pertengahan abad kesembilan belas, sejenis perdagangan yang mudah dan terus-menerus antara Mansfield Park (novel dan tempat) dengan wilayah luar negeri hanya sedikit padanannya dengan kebudayaan Prancis. Sebelum Napoleon, sudah tentu cukup banyak kesusastraan yang memuat gagasan-gagasan, kisah-kisah perjalanan, polemik, dan spekulasi tentang dunia non-Eropa. Kita ingat tentang Volney, misalnya, atau Montesquieu (sebagian dari ini dibahas dalam karya mutakhir Tzvetan Todorov Nous et les autres).[51] Tanpa kecuali, kesusastraan ini bersifat spesifik---seperti, misalnya, dalam laporan Abbé Raynal yang terkenal mengenai koloni-koloni---atau termasuk pada suatu genre (misalnya perdebatan moral) yang mengetengahkan isu-isu seperti kematian, perbudakan, atau korupsi dalam suatu argumen umum menyangkut umat manusia. Para Ensiklopedis dan Rousseau merupakan contoh-contoh yang sangat bagus dari kasus terakhir ini. Sebagai pelancong, penulis laporan ilmiah, ahli psikologi diri yang fasih dan seorang romantis, Chateaubriand mewujudkan suatu individualisme dengan aksen dan gaya yang tiada duanya; tentu saja, akan sulit sekali untuk menunjukkan bahwa dalam Rene atau Atala dia termasuk dalam institusi sastra seperti novel, atau dalam wacana-wacana pengetahuan seperti historiografi atau linguistik. Di samping itu, cerita-ceritanya tentang kehidupan Amerika dan Timur Dekat terlalu eksentrik untuk dapat dengan mudah dijinakkan atau ditiru.

Dengan demikian Prancis menunjukkan suatu kesusastraan atau pemikiran budaya yang agak resah, barangkali sporadis tetapi jelas terbatas dan khusus dengan wilayah-wilayah di mana para pedagang, sarjana, misionaris, atau serdadu pergi dan di mana di Timur atau di Amerika mereka bertemu dengan rekan-rekan Inggris mereka. Sebelum menguasai Aljazair pada 1830, Prancis tidak mempunyai India dan, telah saya kemukakan di tempat lain, ia mempunyai pengalaman-pengalaman yang cemerlang di luar negeri yang dikembalikan lebih dalam bentuk kenangan atau kesusastraan daripada dalam aktualitas. Satu contoh terkenal adalah karya Abbé Poiret Lettres de Barbarie (1785), yang menggambarkan suatu pertemuan yang seringkali tidak dipahami namun menggugah perasaan antara seorang pria Prancis dengan orang-orang Afrika Muslim. Ahli sejarah intelektual yang terbaik mengenai imperialisme Prancis, Raoul Girardet, menyarankan bahwa antara 1815 dan 1870 arus kolonial di Prancis ada banyak sekali, tetapi tak satu pun di antara mereka mendominasi yang lain-lainnya, atau diletakkan secara mencolok atau penting dalam masyarakat Prancis. Dia menunjuk para pedagang senjata, ahli-ahli ekonomi, lingkungan-lingkungan militer dan misionaris sebagai yang bertanggung jawab membuat lembaga-lembaga imperial Prancis tetap hidup di dalam negeri, meskipun tidak seperti Platt dan ahli-ahli lain yang menelaah imperium Inggris, Girardet tidak dapat menunjukkan sesuatu yang demikian jelas seperti ‘pandangan departemental’ Prancis.[52]

Mengenai budaya sastra Prancis akan mudah untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yang keliru, dan karenanya serangkaian pertentangan dengan Inggris perlu dicatat. Kesadaran Inggris akan kepentingan-kepentingan luar negeri yang tersebar luas, tidak terkhususkan, dan mudah didapat tidak memiliki padanan langsung di Prancis. Padanan Prancis tentang sopan santun pedesaan rekaan Austen dan masyarakat bisnis rekaan Dickens yang membuat acuan-acuan ringan pada Karibia dan India tidak dapat ditemukan dengan mudah. Sekalipun demikian, dengan dua atau tiga cara yang agak khas kepentingan-kepentingan luar negeri Prancis muncul dalam wacana budaya. Yang satu, menariknya, adalah figur Napoleon besar dan hamper dianggap suci (sebagaimana dalam puisi Hugo ‘Lui’), yang mewujudkan semangat romantik Prancis di luar negeri, tidak begitu tampak sebagai penakluk (padahal sesungguhnya demikian, di Mesir) dan lebih mirip tokoh melodramatis yang menyedihkan, yang sosoknya menjadi semacam topeng yang melaluinya refleksi-refleksi itu diungkapkan. Lukacs secara cerdik telah mengemukakan tentang pengaruh besar yang disebarkan oleh karier Napoleon terhadap para tokoh utama novel dalam kesusastraan Prancis dan Rusia; pada awal abad kesembilan belas Napoleon si orang Korsika itu juga mempunyai aura nan eksotik.

Para pemuda Stendhal tidak dapat dipahami tanpanya. Dalam Le Rouge et le noir Julien Soren sepenuhnya dikuasai oleh bacaannya tentang Napoleon (terutama memoar-memoar St Helena), dengan kemegahan mereka yang menggelisahkan, sentuhan Mediteranian, dan arrivisme yang tidak sabaran. Tiruan lingkungan semacam itu dalam karier Julien membutuhkan serangkaian perubahan yang luar biasa, yang kesemuanya, di Prancis yang kini dikuasai dengan sikap yang biasa-biasa saja dan reaksi yang penuh rencana busuk, mengempiskan legenda Napoleon tanpa mengurangi kekuasaannya atas Sorel. Begitu kuatnya atmosfer Napoleon dalam Le Rouge et le noir sehingga merupakan suatu kejutan instruktif ketika kita mengetahui bahwa karier Napoleon disinggung-singgung secara tidak langsung di sepanjang novel itu. Dalam kenyataannya, satu-satunya acuan kepada dunia di luar Prancis muncul setelah Mathilde mengirim pernyataan cintanya kepada Julien, dan Stendhal menggambarkan eksistensi Parisnya sebagai yang melibatkan lebih banyak risiko ketimbang pelayaran ke Aljazair. Maka, yang khas, tepat pada saatnya di tahun 1830 ketika Prancis menyelamatkan provinsi imperial utamanya, ia muncul dalam suatu acuan gaya Stendhal yang menyiratkan bahaya, kejutan, dan semacam kelalaian yang telah diperhitungkan. Ini benar-benar tidak seperti kiasan-kiasan yang ringan pada Irlandia, India, dan Amerika yang menyusup keluar-masuk kesusastraan Inggris pada masa yang sama.

Sarana kedua untuk mencocokkan pemikiran-pemikiran imperial Prancis dari segi budaya adalah rangkaian ilmu pengetahuan yang baru dan agak menarik yang pada awalnya dimungkinkan oleh adanya petualangan-petualangan luar negeri Napoleon. Ini secara sempurna mencerminkan struktur sosial pengetahuan Prancis, yang secara dramatis tidak seperti kehidupan intelektual démodé Inggris yang kurang baik dan seringkali secara memalukan. Lembaga-lembaga pengetahuan yang besar di Paris (yang didukung oleh Napoleon) mempunyai pengaruh kuat dalam kebangkitan arkeologi, linguistik, historiografi, Orientalisme, dan biologi eksperimental (banyak di antaranya secara aktif berperan serta dalam Description de l’Egypte). Yang khas, para novelis mengutip wacana yang ditata secara akademis mengenai Timur, India, dan Afrika---Balzac dalam La Peau de chagrin atau La Cousine Bette, misalnya---dengan pengetahuan dan kilau keahlian yang sangat tidak Inggris. Dalam tulisan-tulisan mengenai para penduduk Inggris di luar negeri, dari Lady Wortley Montagu hingga keluarga Webb, kita temukan suatu bahasa pengamatan yang sederhana; dan dalam diri ‘para ahli’ kolonial (seperti Sir Thomas Bertram dan Mill bersaudara) suatu sikap yang telah ditelaah namun secara mendasar tidak menyatu dan tidak resmi; dalam prosa administratif atau resmi, yang mana karya Macaulay 1835 Minute on Indian Education merupakan contoh terkenal, suatu sikap keras kepala yang angkuh namun bagaimanapun bersifat pribadi. Jarang sekali ada kasus semacam ini dalam kebudayaan Prancis awal abad kesembilan belas, di mana gengsi resmi dari akademi dan Paris membentuk setiap ucapan.

Sebagaimana telah saya kemukakan, kekuatan bahkan dalam percakapan sambil lalu untuk menggambarkan apa yang ada di luar batas-batas metropolitan berasal dari kekuatan suatu masyarakat imperial, dan kekuatan itu mengambil bentuk diskursif untuk membentuk kembali dan mengatur kembali data ‘mentah’ atau primitif menjadi konvensi-konvensi lokal narasi Eropa dan ucapan formal, atau, dalam kasus Prancis, sistematika dari tata disipliner. Dan semua ini tidak mengandung kewajiban untuk menyenangkan atau merayu khalayak ‘pribumi’ Afrika, India, atau Islam: sesungguhnyalah mereka berada dalam keadaan paling berpengaruh yang didasarkan atas sikap diam pihak pribumi. Jika tiba pada apa yang di luar metropolitan Eropa, seni dan disiplin penggambaran---di satu pihak, fiksi, sejarah dan catatan perjalanan, lukisan; di lain pihak, sosiologi, catatan administratif atau birokratis, filologi, teori rasial---tergantung pada kekuatan Eropa untuk membawa dunia non-Eropa ke dalam penggambaran-penggambaran yang lebih baik agar mampu melihatnya, menguasainya, dan di atas semua itu, memegangnya. Dua jilid karya Philip Curtin Image of Africa dan karya Bernard Smith Europen Vision and the South Pacific barangkali merupakan analisis yang paling luas mengenai praktik itu. Karakterisasi populer yang bagus diberikan oleh Basil Davidson dalam survey tulisannya tentang Afrika hingga pertengahan abad kedua puluh:

BERSAMBUNG...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar