Senin, 09 Februari 2015

IV. Pengalaman-pengalaman yang tidak Sesuai

Mari kita mulai dengan menerima pendapat bahwa meskipun ada suatu inti subjektif pengalaman manusia yang tidak dapat diperkecil lagi, pengalaman ini juga bersifat historis dan sekular, dapat dianalisis dan ditafsirkan, dan---yang sangat penting---tidak dapat dihapuskan oleh teori-teori totaliter, tidak dapat dipatok dan dibatasi oleh aturan-aturan doktrinal atau nasional, tidak dapat disempitkan sama sekali menjadi konsep-konsep analitis. Jika orang percaya dengan Gramsci bahwa bidang kerja intelektual itu secara sosial mungkin juga diperlukan, maka adalah suatu kontradiksi yang tidak dapat diterima jika kita pada saat yang sama membuat analisis pengalaman sejarah di seputar pengecualian-pengecualian; pengecualian-pengecualian yang menetapkan, misalnya, bahwa hanya kaum wanita yang dapat memahami pengalaman kewanitaan, hanya bangsa Yahudi yang dapat memahami penderitaan Yahudi, hanya rakyat bekas jajahan yang dapat memahami pengalaman kolonial.

Yang saya maksudkan tidaklah seperti yang dimaksudkan orang-orang ketika mereka mengatakan secara fasih bahwa ada dua sisi untuk setiap pertanyaan. Kesulitan teori-teori esensialisme dan keeksklusivan, atau teori-teori batas-batas dan sisi-sisi adalah bahwa mereka lebih meningkatkan polarisasi yang membedakan dan memaafkan kebodohan dan hasutan ketimbang mendatangkan pengetahuan. Bahkan pengamatan yang paling sepintas-lalu pun pada nasib baik yang akhir-akhir ini memihak pada teori-teori ras, negara modern, dan nasionalisme modern membuktikan kebenaran yang menyedihkan ini. Jika Anda mengetahui sebelumnya bahwa pengalaman Afrika atau Iran atau Cina atau Yahudi atau Jerman itu pada dasarnya integral, koheren, terpisah, dan karenanya hanya dapat dipahami oleh bangsa-bangsa Afrika, Iran, Cina, Yahudi, atau Jerman saja, berarti, pertama-tama, Anda menganggap penting sesuatu yang, saya yakin, secara historis tercipta dan sekaligus merupakan hasil penafsiran---yaitu eksistensi dari ke-Afrika-an, ke-Yahudi-an, atau ke-Jerman-an, atau untuk soal itu Orientalisme dan Oksidentalisme. Dan kedua, sebagai konsekuensinya Anda akan mempertahankan esensi atau pengalaman itu sendiri dan bukannya meningkatkan pengetahuan tentangnya dan keterlibatan-keterlibatan serta ketergantungan-ketergantungan kepada pengetahuan-pengetahuan lain. Akibatnya, Anda akan menurunkan pengalaman lain dari orang-orang lain ke status yang lebih rendah.

Jika pada mulanya kita mengakui sejarah-sejarah yang jalin-menjalin dan rumit dari pengalaman-pengalaman khusus namun saling tumpang-tindih dan kait-mengait---dari kaum wanita, bangsa-bangsa Barat, orang-orang kulit hitam, negara-negara dan kebudayaan-kebudayaan nasional---tidak ada alasan intelektual tertentu untuk memberi mereka masing-masing suatu status ideal dan yang secara mendasar terpisah. Sekalipun demikian, kita ingin melestarikan keunikan mereka masing-masing selama kita juga melestarikan perasaan mengenai komunitas manusia dan pendapat-pendapat aktual yang memberikan sumbangan bagi pembentukannya. Sebuah contoh yang bagus sekali dari pendekatan ini adalah yang telah saya sebutkan sebelumnya, yaitu esai-esai dalam The Invention of Tradition; esai-esai yang menganggap tradisi-tradisi temuan yang sangat khusus dan lokal (misalnya durbar India dan permainan sepak bola Eropa), meskipun sangat berbeda, mempunyai ciri-ciri yang sama. Maksud buku ini adalah bahwa praktik-praktik yang sangat beragam itu dapat dibaca dan dipahami bersama sebab mereka termasuk bidang-bidang pengalaman manusia yang dapat diperbandingkan, yaitu yang digambarkan Hobsbawm sebagai 'berusaha menyelenggarakan kesinambungan dengan sebuah masa lalu historis yang sesuai'.[37]

Suatu perspektif komparatif, atau lebih baik perspektif kontrapuntal diperlukan untuk melihat hubungan antara upacara-upacara penobatan di Inggris dan durbar India di akhir abad kesembilan belas. Kita harus mampu berpikir melalui dan menafsirkan bersama pengalaman-pengalaman yang tidak sesuai, masing-masing dengan agenda dan langkah perkembangannya sendiri, formasi-formasi internal sendiri, koherensi internal dan sistem hubungan eksternal sendiri, yang kesemuanya hidup bersama dan saling berkaitan satu sama lainnya. Novel Kipling Kim, misalnya, mengisi tempat yang sangat istimewa dalam perkembangan novel Inggris dan dalam masyarakat menjelang akhir zaman Victoria, namun gambarannya tentang India hidup dalam hubungan antitesisnya yang mendalam dengan perkembangan gerakan kemerdekaan India. Novel atau gerakan politik itu mengetengahkan lukisan atau penafsiran tanpa salah satunya kehilangan ketidaksesuaian penting antara keduanya karena adanya pengalaman aktual menyangkut imperium.

Satu hal perlu dijelaskan lebih jauh. Pendapat mengenai 'pengalaman-pengalaman yang tidak sesuai' tidak dimaksudkan untuk mengelakkan masalah ideologi. Sebaliknya, tidak ada pengalaman yang ditafsirkan atau direnungkan dapat dikatakan dekat, sebagaimana tidak ada kritikus atau penafsir yang dapat sepenuhnya dipercaya jika dia menyatakan telah mencapai perspektif Archimedean yang tidak tergantung pada sejarah maupun latar sosial. Dalam saling menjajarkan pengalaman-pengalaman, dalam membiarkan mereka saling berebut, adalah tujuan politik interpretatif saya (dalam pengertian yang paling luas) untuk menyesuaikan pandangan-pandangan dan pengalaman-pengalaman yang dekat dari segi ideologi dan budaya itu, dan yang berupaya untuk menjauhkan atau menekan pandangan-pandangan atau pengalaman-pengalaman lain. Bukannya berusaha mengurangi arti penting ideologi, pengungkapan dan dramatisasi ketidaksesuaian itu justru menyoroti makna budayanya: ini memungkinkan kita untuk menghargai kekuatannya dan, memahami pengaruhnya yang berkesinambungan.

Maka marilah kita bandingkan dua teks sezaman dari abad kesembilan belas (keduanya berasal dari 1820-an: Description de l'Egypte yang dalam segenap koherensinya yang masif dan mengesankan, dan satu jilid yang agak lebih ramping, karya 'Abd Al-Rahman Al-Jabarti 'Aja'ib Al-Atsar. Description adalah satu karya yang terdiri dari dua puluh empat jilid berisikan penjelasan tentang ekspedisi Napoleon ke Mesir, buah karya tim ilmuwan Prancis yang diajaknya serta. 'Abd Al-Rahman Al-Jabarti adalah seorang 'alim, atau pemimpin agama, yang termasyhur dari Mesir, yang menjadi sakti dan hidup pada masa terjadinya ekspedisi itu. Pertama-tama, ambillah bagian berikut dari pendahuluan umum Description yang ditulis oleh Jean-Baptiste-Joseph Fourier:

Berada di antara Afrika dan Asia, dan mudah berkomunikasi dengan Eropa, Mesir menjadi pusat benua tua itu. Negeri ini menyuguhkan hanya kenang-kenangan besar; ia adalah tanah air kesenian dan melestarikan monumen-monumen yang tak terhitung jumlahnya; kuil-kuil dan istana-istana utama yang dihuni oleh para rajanya masih berdiri, meskipun bangunan-bangunan kunonya yang masih tergolong muda telah didirikan menjelang masa Perang Troya. Homer, Lycurgur, Solon, Pythagoras, dan Plato semuanya pergi ke Mesir untuk belajar ilmu pengetahuan, agama, dan hukum. Alexander mendirikan sebuah kota yang mewah di sana, yang untuk waktu yang lama menikmati keunggulan perdagangan dan menjadi saksi Pompey, Caesar, Marc Antony, dan Augustus memutuskan di antara mereka nasib Roma dan nasib seluruh dunia. Karena itu sepantasnyalah negeri ini menarik perhatian para pangeran termasyhur yang menguasai nasib bangsa-bangsa.
Tidak ada kekuatan besar yang pernah dapat dikumpulkan oleh bangsa mana pun, entah di dunia Barat atau pun Asia, yang tidak ikut memalingkan bangsa itu kepada Mesir, yang dianggap sebagai bagian alamiahnya.[38]

Fourier berbicara sebagai juru bicara rasionalisasi serangan Napoleon ke Mesir pada 1798. Gaung nama-nama besar yang disebut-sebutnya, penempatan, peletakan dasar, dan normalisasi penaklukan luar negeri asing dalam orbit budaya eksistensi Eropa---semua ini mengubah penaklukan suatu perselisihan antara pasukan penakluk dan pasukan yang dikalahkan menjadi suatu proses yang jauh lebih lama dan lebih lambat, dan jelas lebih dapat diterima oleh perasaan Eropa yang tercakup dalam asumsi-asumsi budayanya sendiri daripada pengalaman menyakitkan bagi seorang Mesir yang menderita akibat penaklukan itu.

BERSAMBUNG...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar